Senin, 21 Desember 2009

KPK DAN EKSISTENSINYA SEBAGAI PEMBERANTAS KORUPSI


Komisi Pemberantasan Korupsi atau yang biasa kita kenal dengan singkatan KPK merupakan lembaga pemberantas korupsi disamping lembaga penegak hukum lainnya seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Mahkamah Konstitusi, dan lembaga lainnya. Lembaga ini terbentuk ketika masa kepresidenan Megawati Soekarno Putri. Sebelumnya lembaga ini bernama Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) dan akhirnya lembaga ini dikukuhkan menjadi lembaga hukum melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.

Sejak sepak terjangnya sebagai pemberantas korupsi, KPK telah banyak menangkap dan menindak para tersangka korupsi dari tingkat daerah hingga pejabat negara. Hal ini sesuai dengan visi dan misi KPK yang ingin menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi. KPK telah banyak menyelamatkan uang negara yang dibawa lari para koruptor ke luar negeri. Uang negara yang berhasil diselamatkan jumlahnya mencapai ratusan milyar rupiah. Sungguh prestasi yang sangat membanggakan karena dapat mereduksi potensi kerugian negara akibat penggelapan oleh oknum yang hanya ingin memperkaya diri sendiri.

Saat pemerintahan Megawati, KPK mulai melakukan aksinya memberantas korupsi namun eksistensinya belum terlalu terlihat, karena baru bisa menangkap koruptor kelas teri yang hanya menggelapkan uang negara dalam jumlah kecil. Tetapi ini merupakan langkah positif karena dalam hal memberantas korupsi harus dimulai dari hal yang terkecil baru memberantas yang besar. Saat itu yang menjadi Ketua KPK adalah Taufiqurrahman Ruki. Setelah masa kepemimpinannya habis, jabatannya digantikan oleh Antasari Azhar. Antasari merupakan mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Kendari, Sulawesi Tenggara. Pemilihan Antasari sebagai ketua melalui porses yang sangat alot, karena beberapa pihak meragukan kinerjanya. Antasari Azhar dinilai memiliki track record yang kurang baik dalam penegakan hukum di kejaksaan.

Akan tetapi Antasari dapat mematahkan anggapan tersebut, karena sejak masa kepemimpinannya KPK mengalami prestasi gemilang. Sebab, banyak koruptor-koruptor kelas kakap yang dapat ditangkap dan dapat menyelamatkan potensi kerugian uang negara. Dari mulai pejabat daerah maupun negara, mantan menteri, anggota DPR, jaksa, dan pejabat lainnya dapat diseret ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum akibat korupsi.

Beberapa bulan lalu, KPK mengalami masalah karena salah satu pemimpinnya diduga tersangkut kasus pembunuhan. Ketua KPK Antasari Azhar diduga membunuh Direktur Utama PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnain. Akibat kasus tersebut, Antasari terpaksa harus diperiksa oleh polisi sebagai saksi. Namun, statusnya meningkat menjadi tersangka karena polisi memiliki bukti yang kuat untuk menangkapnya. Bahkan saat ini statusnya sudah menjadi terdakwa. Banyak pihak yang tidak mempercayai kasus tersebut, karena dinilai memiliki unsur konspirasi dan banyak yang tidak suka dengan sepak terjang Antasari sebagai ketua KPK.

Masalah tersebut membuat eksistensi KPK terganggu, karena bagaimanapun juga dalam hal pengambilan keputusan penindakan harus melibatkan Ketua KPK. Sejak Antasari menjadi tersangka pembunuhan, banyak kasus-kasus korupsi yang terbengkalai. Terpaksa untuk mengambil keputusan penindakan, wewenangnya diambil alih oleh Wakil Ketua KPK lainnya.

Banyak opini yang menyebutkan bahwa ada pihak-pihak yang ingin melemahkan KPK dengan cara melibatkan pimpinannya dalam kasus pembunuhan. Selain itu, pelemahan eksistensi KPK juga dilakukan dengan cara pengabaian Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tipikor yang dilakukan oleh Panitia Pembahasan RUU Tipikor DPR. Kasus Antasari seperti diulur-ulur karena proses pemeriksaannya yang berlangsung sangat lama dan seperti memang disengaja untuk menghilangkan sosok Antasari sebagai Ketua KPK.

Setelah kasus Antasari lama bergulir, giliran Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah yang tersangkut masalah pencabutan cekal tersangka korupsi tanpa sepengetahuan Ketua KPK. Polisi menilai Bibit dan Chandra menyalahi wewenang dalam pencabutan cekal. Sebelumnya Wakil Ketua KPK Bibit dan Chandra juga memanggil Direktur Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Susno Duadji sebagai saksi kasus skandal Bank Century. Polisi sepertinya ingin membalas dendam kepada KPK karena Susno Duadji dipanggil sebagai saksi. Akibat kasus tersebut, hubungan antara KPK dan Polri makin memanas, bahkan di beberapa media cetak menyebutkan bahwa terjadi perselisihan ”KPK VS POLRI”. Berita utama yang paling mendapat sorotan adalah berita yang bertajuk ”CICAK VS BUAYA. KPK diibaratkan sebagai cicak dan Polisi sebagai buaya. Sejak Bibit dan Chandra diperiksa oleh Polisi dan Antasari ditahan, terjadi kekosongan kepemimpinan. Untuk itu Presiden membentuk tim yang bertugas menseleksi calon pimpinan KPK, selain itu presiden juga mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang berisi peraturan tentang kepemimpinan KPK. Dari seleksi tersebut akhirnya memilih Tumpak H Panggabean sebagai Pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK yang baru.

Selama kasus ini bergulir eksistensi KPK sebagai pemberantas korupsi kurang terlihat, karena di media cetak maupun elektronik lebih banyak memberitakan kasus KPK VS POLRI dan skandal Bank Century yang melibatkan banyak pihak. Kasus Bibit dan Chandra juga berlangsung lama karena antara KPK dan Polisi merasa benar. Oleh kerana itu, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono membentuk Tim Pencari Fakta atau yang disebut Tim 8 karena terdiri dari 8 orang. Tim ini diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Tim ini menemukan fakta bahwa tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk membawa Bibit dan Chandra ke pengadilan. Tim 8 menyarankan kepada presiden untuk menghentikan pemeriksaan Bibit dan Chandra sekaligus mengakhiri konflik KPK VS POLRI.

Setelah Bibit dan Chandra terbukti tidak bersalah, akhirnya presiden mengeluarkan keputusan presiden (Keppres) yang isinya mengaktifkan kembali Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah sebagai Wakil Ketua KPK. Sekarang eksistensi KPK mulai bangkit kembali dan segera akan menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang telah lama terbengkalai. Kasus yang saat ini hangat diperbincangkan adalah kasus Bank Century. KPK, BPK, Kejaksaan, Kepolisian, dan Pansus Angket Bank Century bekerja sama untuk menyelesaikan skandal Bank Century yang telah merugikan negara sebesar Rp 6,7 triliun. KPK telah berkoordinasi dengan BPK untuk membahas hasil audit investigasi yang dibuat oleh BPK. KPK harus dapat membuktikan eksistensinya sebagai pemberantas korupsi yang dapat menyelamatkan uang negara dari para koruptor.

Baru-baru ini permasalahan yang muncul mengusik eksistensi KPK adalah masalah izin penyadapan yang dilakukan KPK terhadap tersangka korupsi. Pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika ingin mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tata Cara Intersepsi (Penyadapan). Jadi, KPK sebelum melakukan penyadapan harus meminta izin pengadilan dan pusat intersepsi nasional. Hal ini akan membuat gerak KPK semakin sempit, pasalnya penyadapan itu sifatnya rahasia dan harus segera. Apabila penyadapan memerlukan izin maka diperlukan proses yang cukup lama sehingga proses penyadapan akan semakin lama pula. Namun, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengatakan bahwa pemerintah hanya menyempurnakan Perkominfo Nomor 11/2006 sampai munculnya UU yang diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sampai sekarang, penyadapan perlu dilakukan terus dengan landasan hukum yang kuat. Jadi kalau nanti UU tata cara penyadapan selesai, semua PP, peraturan menteri batal demi hukum. Semoga peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah maupun legislatif tidak mengekang gerak KPK dalam memberantas korupsi sehingga dapat tercipta Indonesia yang bersih dari korupsi.


0 komentar: